Kisah Kancil dan Buaya
Kancil adalah hewan yang cerdas, la memiliki banyak akal sehingga ia selalu selamat dari kejaran musuh. Suatu hari, dia dikejar oleh seekor anjing, la pun bersembunyi di balik rumput belukar. Anjing tidak mengetahuinya dan terus mengejar Kancil.
Dengan hati-hati, Kancil menutup jejak kakinya dengan debu supaya tidak diendus anjing. Alhasil, Anjing pun tidak mengetahui keberadaan Kancil. Setelah cukup lama bersembunyi dan dirasa aman. Kancil keluar dari belukar, ia berjalan ke arah yang berlawanan dengan Anjing, hingga sampailah ia di tepi sungai.
“Sepertinya sungai ini cukup dalam. Bagaimana cara menyeberanginya?” pikir Kancil.
Kancil berjalan ke arah pohon pisang yang masih kecil, la hendak membuat rakit dari pohon itu. Setelah rakit itu jadi, ia menarik rakitnya ke tepi sungai. Tanpa ia sadari, seekor buaya besar sedang mengintainya dari belakang. Dalam sekejap, kaki Kancil diterkam sang buaya.
“Aduh Buaya, tunggu sebentar!” seru Kancil.
“Tunggu apa lagi Kancil? Perutku sudah lapar! Jangan berani menipuku!” dengus Buaya.
“Jangan khawatir Buaya, aku tak mungkin berani menipumu. Tapi aku sedang lapar juga, jadi biarkan aku mencari makan dulu,” jawab Kancil.
Buaya percaya saja pada Kancil, la melepaskan gigitannya pada kaki Kancil. Kancil lalu menyuruh buaya untuk memanggil teman-temannya. Buaya pun menuruti permintaan Kancil. Dalam waktu singkat, teman-teman Buaya muncul ke permukaan air.
“Salah satu dari kalian harus mengantarku ke seberang. Aku akan mencari makanan di sana sehingga tubuhku akan menjadi gendut dan enak untuk kalian santap bersama,” kata Kancil.
Ternyata para buaya itu mau memenuhi permintaan Kancil. Dengan riang gembira, Kancil segera naik ke punggung buaya untuk menyeberang.
“Nikmatilah kegembiraanmu karena sebentar lagi kau akan masuk ke dalam perutku. Ingat, jangan coba-coba menipuku!” seru Buaya kepada Kancil.
Buaya menunggu Kancil di pinggir sungai, sementara Kancil mencari buah-buahan untuk disantap sepuasnya. Tak lama kemudian. Kancil muncul lagi dengan perut lebih gendut. Rupanya dia sudah kenyang.
“Buaya, berapa jumlah temanmu?” tanya Kancil.
“Belum pernah aku hitung, kancil,” jawab Buaya.
“Wah payah, bagaimana cara membagi dagingku nanti? Baiklah, aku yang menghitung jumlah kalian. Sekarang barislah dengan rapi membentuk jembatan hingga ke seberang sana,” kata Kancil dengan bijaknya.
Para buaya lalu berbaris rapi. Kancil meloncat dari punggung buaya ke punggung buaya lainnnya sambil menghitung satu, dua, tiga, empat, dan seterusnya. Hingga sampailah Kancil di seberang sungai. Kancil kemudian melambaikan tangannya.
“Terima kasih Buaya, dan selamat tinggal,” kata Kancil sambil tersenyum.
“Hei, kau jangan pergi begitu saja. Aku belum memakanmu!” seru Buaya dengan marah.
“Oh maaf saja, kau tak akan bisa memain dagingku,” teriak Kancil sambil berlari, “Dasar Kancil, kamu tak bisa dipercaya! Penipu! Kancil, kembalilah!” teriak para buaya.
Tapi, Kancil terus berlari kencang tanpa menghiraukan para Buaya yang hendak memangsanya.
Pesan Moral :
Kecerdikan memang sangat penting. Namun, dalam keadaan apa pun, berbohong itu tak diperbolehkan. Cari cara yang lebih baik agar keinginanmu dapat tercapai.