Kisah Ke Yaman dan Damaskus

Kota Mekkah kami yang cantik terletak di jalur kafilah yang membawa barang-barang dari satu negeri ke negeri lain, termasuk Ke Yaman dan Damaskus. Unta-unta bermuatan sutra, rempah-rempah, kain, dan perhiasan menggemakan lonceng yang menggantung di leher mereka, siap memasuki jalan-jalan kota Mekkah.

Para kafilah sering beristirahat sejenak di kota kami. Kami, orang- orang Arab, biasa mencari nafkah dengan berdagang. Kota kami berada di jalur kafilah yang sibuk, membuat pekerjaan kami lebih mudah. Selain itu, tempat ibadah pertama, Kakbah, juga berada di sini. Setiap tahun kota kami dipenuhi pengunjung. Di sisi lain, kami menjadi tuan rumah bagi mereka.

Ayahku, Khuwailid, biasa mendorongku untuk berdagang, meski aku anak perempuan. Di suatu negeri yang anak gadisnya tak banyak dihargai, tindakan ayahku itu benar-benar berani. Suatu keberanian yang besar.

Sejak awal aku biasa mempekerjakan orang. Aku mengirim kafilahku bersama mereka ke Yaman dan Damaskus. Karena kota kami sangat panas, kafilah kami biasa berangkat ke Damaskus selama musim panas ketika cuaca lebih sejuk, dan ke Yaman pada musim dingin—di sana musim dingin terasa lebih hangat. Karena aku sudah memilih orang-orang di antara orang-orang yang paling tepercaya, dengan cepat aku menjadi sangat kaya.

Di Mekkah ada orang bernama Muhammad yang disukai dan dipercayai semua orang. Suatu hari beliau datang kepadaku dan mengatakan ingin bekerja untukku. Aku sangat senang mendengarnya. Seperti semua orang lain di Mekkah, aku juga mengenal sifat-sifat beliau yang luar biasa.

Suatu musim panas, aku mengirim Muhammad ke Damaskus bersama salah seorang pembantuku yang paling muda, Maisarah. Dalam waktu singkat mereka kembali ke Mekkah dengan keuntungan besar.