Kisah Pangeran Amat Mude (Aceh)

Suatu hari, Raja Negeri Alas tampak bersedih. “Ada apa. Kanda?” tanya Ratu. Ternyata, Raja bersedih karena mereka belum dikaruniai anak yang akan meneruskan takhta kerajaan. “Sebaiknya kita terus berusaha dan berdoa. Tuhan akan mengabulkan doa kita,” saran Ratu dengan bijaksana.

Ternyata benar. Tak lama kemudian. Ratu hamil dan melahirkan seorang bayi lelaki yang amat tampan. Bayi itu diberi nama Pangeran Amat Mude. Untuk merayakan kelahiran putranya, Raja menggelar pesta besar. Tak hanya rakyat yang diundang, tetapi juga seluruh binatang dan makhluk yang ada di negeri itu.

Saat Pangeran Amat Mode berusia sepuluh tahun, Raja mangkat. Karena Pangeran masih amat kecil, Ratu menunjuk adik raja untuk menjadi raja sementara. Namun, raja yang baru ini tidak disukai rakyat karena kekejamannya. Dia bahkan menyuruh para pengawal untuk membuang Ratu ke
dalam hutan. Dia ingin menguasai kerajaan selamanya.

Di hutan, Ratu dan Pangeran Amat Mude tinggal di rumah kayu yang sederhana di tepi sungai. Suatu hari, Pangeran Amat Mude berburu ikan untuk makan malam. Ketika sedang memotong-motong ikan, Ratu menemukan sebutir emas di setiap perut ikan. Ratu dan Pangeran amat bersyukur. Tuhan telah membantu mereka. Sekarang, mereka tak lagi hidup kekurangan. Mereka bahkan bisa bersedekah pada orang-orang miskin di sekitar mereka.

Kekayaan dan kedermawanan Pangeran Amat Mude terdengar sampai ke telinga pamannya, yang lalu mengundangnya untuk datang ke istana.

“Kau boleh menjadi raja, tetapi kau harus membawakanku sebutir kelapa gading dari pulau kecil di tengah laut. Jika kau gagal, maka takhta kerajaan ini menjadi milikku selamanya,” tantang sang paman.

Dalam hati pamannya tertawa, “Kau tak mungkin selamat, laut itu dijaga oleh tiga binatang buas yang akan segera memangsamu”.

Pangeran Amat Mude setuju dan segera berangkat. Tibalah dia di tengah lautan, lalu muncullah seekor ikan besar yang didampingi seekor buaya dan seekor naga.

“Hei, Anak Muda! Beraninya kau melewati wilayah kami tanpa izin! Siapa kau dan hendak ke mana?” tanya Ikan dengan garang.

Pengan gemetar, Pangeran Amat Mude menjelaskan siapa dirinya dan apa tujuannya.

“Kau Amat Mude sang putra raja Negeri Alas?” Buaya dan Naga bertanya serempak.

“B… b… benar., dari mana kalian tahu?” tanya Pangeran Amat Mude.

Mereka tertawa. “Ayahmu adalah sahabat kami. Kami dulu diundang ke pesta kelahiranmu. Tak kusangka, kau sekarang sudah dewasa.”

Ikan, Buaya, dan Naga pun geram mendengar kesewenang-wenangan paman Pangeran Amat Mude. Mereka lalu bertekad untuk membantu Pangeran Amat Mude.

Dengan sigap, Naga terbang ke pucuk pohon kelapa untuk memetik sebutir kelapa gading dan menyerahkannya pada Pangeran Amat Mude.

Terima kasih, kalian sungguh baik,” ucap Pangeran Amat Mude berkali-kali.

Setibanya di istana, Pangeran Amat Mude menyerahkan kelapa gading itu pada pamannya. Sang paman sadar bahwa sudah saatnya Pangeran Amat Mude menjadi raja.

Sejak saat itu, Negeri Alas dipimpin oleh Raja Amat Mude. Maka, sang paman memilih keluar dari istana dan hidup sebagai rakyat biasa, meski Amat Mude mengizinkannya untuk terus tinggal di istana.