Penenun dan Sang Naga (Dongeng Irlandia)
Pada zaman dahulu yang telah lama, tinggallah seorang penenun. Nah suatu pagi, dia duduk di alat tenun, ketika seorang pembantu rumah tangga menawarkan makanan kepadanya, “Sarapan Anda telah siap,” katanya.
“Tinggalkanlah disitu,” jawabnya, “Saya sedang mempelajari sebuah pola baru dan saya belum menguasai pola ini, saya tidak akan berhenti sebelum bisa menguasainya!” serunya.
“Pikirkan kesehatan anda makanlah dahulu,” kata sang pembantu memohon.
“Makanan dan kesehatan!” Geramnya sang penenun marah-marah.
“Semoga Tuhan mengampuni Anda untuk mengutuk sarapan yang baik bagi kesehatan Anda!” Jawab sang pelayan.
Ketika akhirnya ia meninggalkan meja tenun dan pergi ke tempat makan, dia seperti melihat burung gagak hitam di atas meja makan, dipuncak musim panas saat itu sungguh banyak sekali lalat-lalat beterbangan.
“Anda lihat sendiri, begitu banyak lalat yang telah mengerubuti sarapan anda dan bagaikan burung gagak hitam,” kata sang pelayan kembali.
“Mengapa engkau ceroboh terhadap makanan saya,” teriaknya. “Beraninya kau hinggap pada sarapan pagi saya?” Dan sebagai tumpahan emosinya , ia membanting makanan tersebut karena begitu marah. Pukulannya menewaskan tiga ekor lalat yang hinggap dan sepuluh ekor lagi dari mereka, dan tujuh puluh ekor lagi dalam sehari, dia tahu semua berapa banyak lalat yang dia bunuh karena dia menghitung semua lalat mati yang sama persis.
Ketika ia melihat pembantaian yang dilakukannya, ia merasa sangat puas serta bersemangat, dia mersa kuat terhadap dirinya. Dia membentak dengan sombongnya, dengan angkuhnya, dan dia tidak akan melakukan jahit-menjahit atau bekerja hari itu. Dia pergi ke kota, mengkuadratkan jumlah lalat yang terbunuh kepada setiap orang, dan menunjukkan kepada mereka tinjunya yang sangat keras dan berkata, “Lihatlah ini senjata yang saya gunakan untuk membunuh tiga hingga sepuluh lalat dengan satu pukulan. Bertahun-tahun saya telah membuang-buang kekuatan tangan saya mengutak ngatik meja tenun saya. Saya akan memberitahu Anda semua siapa saya sebenarnya, mulai sekarang aku adalah seorang penenun yang memiliki kelebihan. Anda harus tahu bahwa aku seorang ksatria yang berkeliaran, inilah saya yang sebenarnya.”
Dan benar saja, keesokan harinya ia meminta tetangganya mengumpulkan panci tua dan ceret, dan kemudian dia merangkaianya untuk membuat baju besi. Dia mengambil tutup wajan tua dan memanggil temannya yang melukis, serta memintanya untuk menulis diatasnya. “Inilah orang yang telah membunuh tiga skor dan sepuluh skor dalam satu pukulan tangannya.”
“Ketika semua orang melihat ada tulisan di perisai saya,” katanya, “mereka semua akan gemetar hatinya merasakan takut.”
Berikutnya ketika dia pulang ke rumah, dia meminta pengurus rumah tangga untuk mencari panci tua di luar rumahnya.
“Apakah Anda akan mengenakan panci tua sebagai topi?” Tanya pengurus rumahnya.
“Aku akan memakainya” jawabnya. “Sebagai seorang ksatria aku harus memiliki topi baja pelindung otak di kepalaku,” katanya kepada pelayan.
“Tetapi ada satu lubang di dalamnya atau pancinya sudah bocor, akan ada air yang masuk kadalamnya,” katanya.
“Dengan cara itu aku akan lebih dingin dan lebih nyaman,” jawab sang penenun singkat.
“Pegangannya terlihat sangat konyol, tidak enak di pandang mata.” Lanjut pengurus rumah tangganya
“Setiap helm harus memiliki lonjakan yang keluar seperti itu, karena akan lebih baik,” jawab sang penenun kembali.
“Yah,” katanya lagi sambil berdiri. “Ini adalah kepala kesatria domba pertama yang telah berpakaian lengkap seperti itu.”
Bersenjatakan busur dan anak panah, dia mulai dengan perjalanannya. “Aku berangkat!” serunya kepada sang pelayan rumah tangga.
Ketika melewati ladang, ia melihat kuda milik Miller keluar untuk merumput. “Itulah kuda tunggangan untuk saya,” katanya dalam hati. “Dia hanya digunakan untuk menarik karung tepung, sekarang dia akan manjadi kuda pembawa bunga seorang ksatria yang gagah.” katanya lagi dalam hati.
Saat itu dia langsung naik kuda dan akan pergi, tetapi miller melihat siapa yang naik kudanya. “mengapa anda menaiki kuda saya? jujur saja, kepadaku?” Tanya sang miller.
“Tidak, aku hanya mengambil dia untuk latihan didinginnya malam ini, kuda ini akan lebih baik menjadi tunggangan seorang ksatria seperti saya,” jawabnya.
“Terima kasih, tetapi berbaik hatilah anda untuk segera meninggalkan kuda milikku tersebut,” kata Miller sang pemilik kuda.
“Maaf, tapi ada panggilan tugas yang harus aku laksanakan,” berteriak sang penenun, dan dia menghentak tali kekang kudanya.
“Kembali ke sini, Anda kurang ajar! Anda telah mencuri kuda pekerjaku, dasar maling!” Teriak Miller keras, tetapi sudah terlambat, ksatria di punggung kuda sudah berlari menjauh.
Dia mengadu kepada sang Dublin, karena dia berpikir seorang ksatria telah mencuri kudanya. Raja Dublin harus bertindak, seorang ksatria berkeliaran dan berbuat tidak layak. Empat jam dia menempuh jalan untuk sampai disana, dan ketika ia tiba ia langsung pergi ke istana dan dia dipersilahkan menunggu. Kemudian sang Raja Dulpin memanggilnya dan dia memberikan bangku di halaman rumahnya, di mana orang-orang bisa duduk dan menerangkan semua keluhannya kepada Raja. Dan sang Raja akan bertindak sesuai keinginan rakyatnya untuk menciptakan negeri aman sentosa.
Sang penenun berbaring dan membiarkan kudanya merumput yang terlihat subur sekali rumput yang tumbuh antara selah bebatuan, terlihat semua bunga sedang berkembang di sekitar taman istana. Saat dia telah tiba di situ, bersamaan kejadian tersebut sang Raja menghibur dirinya dengan melihat keluar melalui jendela kamarnya yang langsung mengarah ke taman sambil menggambar. Dia melihat sang penenun melangkah kepadanya dengan derap kaki ke halaman taman istana, kemudian dia berbaring di bangku batu. Dia berbalik dan memutar badannya terlihatlah sang Raja yang tengah menyapanya.
“Apa yang ada dalam benak pikirkan sang pengembara sehingga datang berkelana ke halaman istana saya dan meletakkan diri Anda di atas bangku batu ini?” tanya sang Raja kapada orang yang berpakaian aneh tersebut.
“Sekarang hamba ingin menjadi seseorang yang layak dan wajib membela negeri ini, dan untuk menjadi orang berguna bagi negeri ini, tetapi tidak ada alasan anda untuk menyambut saya dengan menyuruh tidur seperti hotel yang mewah, janganlah Baginda Raja berpikir demikian!” katanya merendah.
“Telah menjadi takdir Tuhan saya menjadi kstria yang layak membela negeri ini!” Tuan Raja paduka.
“Aku baru berjumpa denganmu ksatria asing!” kata Raja. “Dan untuk apa anda berpakaian aneh seperti ini, dan pemikiran apa yang ada di dalam benakmu,” tandas Raja.
Dia membalikkan perisainya sedikit agar tulisan dapat dibaca dan orang-orang yang mengatakan, “Ini orang yang telah membunuh tiga skor dan sepuluh skor dalam satu pukulan”.
Ketika Raja melihat slogan itu beliau berkata, “Pastikan inilah orang pilihan yang saya inginkan, Untuk alasan inilah Tuhan mempertemukan kita.” Gumam sang Raja.
“Mengapa engkau datang? Apakah engkau orang yang sanggup membunuh Naga yang sudah mengganggu petani dan makan unggas-unggasnya, “kata sang Raja.
“Apakah Anda pikir mampu melakukannya?” Tanya Raja, “banyak ksatria yang jujur dan berani telah gagal selama ini”
“Tentu hamba mampu, apakah Anda tidak melihat apa yang tertulis di atas perisai kebanggaanku?
“Naga bukan tandingan seorang pria yang menewaskan tiga skor dan sepuluh dalam satu pukulan,” kata sang Raja. Dia pergi mendekat ke tempat sang penenun dan mengguncang-guncang bahunya.
“Paduka harus yakin akan kehendak Tuhan yang telah ditakdirkan kepadaku?” kata sang penenun.
“Raja! bukan saya menyombongkan diri, semuanya merupakan kebanggaan bagi saya, kalau Raja tidak Percaya kepada siapapun mengapa tidak Raja sendirilah yang turun tangan,” kata sang penenun.
Sang penenun akhirnya berlutut di depan Raja sambil berkata: “Saya mohon pengampunan dari Anda dan beri saya kebebasan untuk mengambil tindakkan yang ingin saya lakukan, percayalah, saya harap Anda akan menebus kesalahan ini!
“Tidak ada pelanggaran yang engkau lakukan,” kata sang Raja. “Dan apa yang akan kau lakukan di sini, numpang istirahat di bangku batu di taman istana saya? Itu bukan pelanggaran.”
“Saya ucapkan rasa hormat yang sedalam-dalamnya, dan saya datang ke paduka sang Raja Dublin untuk meminta pekerjaan sebagai seorang ksatria yang berkelana dalam membela kebenaran.”
“Baiklah,” kata Raja. “Saya memiliki pekerjaan yang anda butuhkan dan saya kesulitan mencari seorang pria seperti Anda. Hal ini tidak ada kaitannya dengan tiga ekor dan sepuluh, atau sesuatu seperti itu, itu hanyalah naga blaggard yang telah mengganggu negara dan merusak tanaman para petani, memakan ternak ayam mereka dan saya katakan pekerjaan itu….sebab saya sudah bingung mencari orang yang tapat,” katanya.
“Baiklah saya terima pekerjaan ini, sebab pekerjaan ini termasuk ibadah dan kewajiban saya untuk melakukannya,” kata sang penenun bangga.
“Maaf ini mungkin sangat berharga untuk Anda ketahui,” kata Raja. “Naga ini binatang yang tidak ada rasa takutnya sama sekali. Saya harus memberitahu Anda tettang ini, dan sang naga berada di sebuah rawa di negara Galway.” sambung Raja dengan kata-katanya.
“Biarlah hamba akan datang ke tempatnya sekaligus,” kata sang penenun kemudian.
“Itu yang saya suka,” kata Raja. “Kau sangat bersemangat sekali sebagai seorang ksatria, anda boleh membawa uang berapa pun jumlahnya.”
“Oh, bicara masalah uang,” kata sang penenun, “Aku akan membutuhkan sedikit saja hanya untuk biaya perjalanan yang saya perlukan.”
“Yang pasti, mengambil apa yang Anda butuhkan,” kata sang Raja, iapun membawanya ke sebuah lemari tempat ia menyimpan kaus kaki tua penuh guinea emas, mengambil sebanyak uang emas kemudian menghampiri kembali kepada oarang yang bersetelan baju timah yang dia kenakan. Kemudian Raja berkata, “Selanjutnya, kita ke kandang kuda. Anda akan membutuhkan seekor kuda muda”.
Sekarang Anda mungkin bertanya-tanya apakah yang akan dilakukan sang penenun selanjutnya, ketika ia setuju untuk pergi dan melawan naga yang telah banyak membunuh ksatria yang gagah perkasa atau jujur dan kuat. Baik biarkan saya memberitahukan Anda sekalian, dia tidak berniat berlari dari tangggung jawab dengan kuda istana yang telah di latih dan baik menuju County Galway untuk melawan naga yang selalu bisa menyemburkan api dari mulutnya. Dia hanya diam dalam perjalanan dan dia hanya bisa mendengar koin emas Raja berputar-putar di dalam kaki dan lengan baju timah nya, dan dia tidak berencana untuk kembali ke Duleek dan menghabiskan uang dengan baik. “Oh, itu sangat lucu sekali aku tidak perlu lagi susah payah bekerja karena uangku sudah ada banyak,” kata hatinya sang penenun!
Tetapi Raja itu telah bersikap sangat baik terhadap seorang rakyat yang tidak memiliki kedudukkan tinggi dalam masyarakat atau orang berkelas. Dari beliau sendiri, penenun telah diberikan seekor kuda yang dilatih untuk suatu tujuan. Menit-menit berlalu dengan cepatnya, jauh sudah sang kuda istana menuju langsung ke County Galloway. Dia terus berjalan selama empat hari, sampai pada suatu hari sang penenun melihat kerumunan orang-orang berteriak dan menangis di puncak-puncak dengan suara mereka, “Ada Naga! Ada Naga!”.
Dan dia berharap ingin cepat sampai di tempat tujuan dengan cepat dengan kudanya dia kembali melesat. Dia telah sampai di rawa yang berbau belerang, cukup untuk membuat orang pingsan karena baunya. Sang penenun tidak punya waktu untuk kalah, sehingga ia meraih cabang pohon dan mengayunkan dirinya ke atasnya dengan gesitnya seperti kucing. Sang kuda itu berlari lurus ke mulut naga dan menelan semuanya. Dalam waktu kurang dari satu menit, sang naga mulai tersendak tenggorokannya. Sementara sang penenun masih berada di atas pohon dan sang naga hanya dapat melihat dengan mata dan aroma menyengat disekitarnya.
“Anda juga akan turun, tidak mungkin engkau terus di atas pohon, karena aku akan memiliki Anda dan menunggumu terus sambil mengerami telur-telurku.” kata sang naga.
“Tidak ada cara lain saya harus turun,” katanya dalam hati sang penenun sambil menangis hatinya.
“Jadi apa yang saya pedulikan?” Kata naga.
“Walaupun Anda memiliki banyak uang di kantong sakumu, itu sudah tidak berguna lagi. Aku akan berbaring di sini di bawah pohon ini, dan cepat atau lambat Anda akan jatuh ke pangkuanku, hahahahaaaa.”
Dan benar saja dia duduk dan mulai membersihkan gigi dengan ekornya setelah sarapan berat pagi hari, karena ia telah memakan ternak seluruh penduduk desa, apalagi ditambah sarapan sang kuda tadi. Akhirnya dia lupa akan tugas menunggu sang penenun dan dia tertidur karena kekenyangan, sepanjang hari itu dia tertidur dengan sangat pulas di bawah pohon. Seperti seorang anak wanita kecil yang berpita sangat lucu sekali terlihat dia bias naik tapi tidak bisa turun dari pohon tersebut, dia hanya bisa mengigit-gigit jarinya sehingga sang penenun tidak bisa melarikan diri. Segera binatang itu mendengkur seperti guntur, dan penenun mengambil kesempatan untuk merayap turun dari pohon. Ia sudah berada dekat di bagian bawah saat itu, Anda tidak akan percaya? Di sebuah cabang dekat sekali dengan sang naga blaggard dia tergantung dan dia terjatuh lurus di atas sang naga karena cabang pohon tersebut patah. Tapi keberuntungan masih berpihak padanya, sang naga tidak bisa melawan sepenuhnya karena dia mendarat dengan dua kakinya di kedua sisi leher jijik makhluk tersebut. Sang naga memutar dan menggeliat, mengguncang semua sisik pada tubuhnya, dan mencoba menggigitnya, tapi sang penenun tergenggam erat telinganya dan tidak akan membiarkan dirinya terlepas.
“Dengan tipu daya seperti ini, buruk sekali kelakuanmu,” kata sang naga.
“Biar saja, jiika Anda tidak akan membiarkan aku pergi dengan selamat, aku akan berada diatas kepalamu dan mencengkeram leher Anda selamanya.” Jawab sang penenun.
Sang naga terbang kencang ke atas, “Oh Tuhan dia terbang menuju istana Dublin.” Gumam sang penenun.
Sang penenun yang berada di leher sang naga merupakan gangguan yang sangat menyakitkan, tetapi dia tetap terbang dan dia terbang dan terus terbang sampai dia datang dengan cepat sekali dan menabrak benteng istana Raja Dublin. Pada saat waktu itu sang Raja sedang berada di kamarnya mengurung diri. Tidak masuk akalkan, sepertinya keberuntungan terus dimiliki sang penenun. Raja melihat keluar dari jendela ruang tamunya apa gerangan yang terjadi. Ketika dia melihat sang penenun sedang mengendarai naga api, menyala seperti tong tar, ia berseru, siapkan mobil pemadam kebakaran untuk menyelamatkan dia keluar dari api, seluruh istana menyaksikan naga terjatuh, mereka berlari keluar untuk menyaksikan dengan rasa ingin tahunya. Pada saat mereka tiba di sana, sang penenun telah menyelinap dari leher naga dan berlari ke arah sang Raja yang kebetulan waktu tersebut dia berada sudah di tempat tersebut. Dan berkata, “Silahkan Anda saksikan, saya berpikir kalau saya tidak layak untuk membunuh binatang ini karena tidak sopan terhadap Raja, jadi saya jinakkan dulu kemudian saya naik di atas lehernya dan silahkan Anda membunuhnya di tempat Anda! sebagai penghormatan terhadap Paduka Raja.”
Benar saja, sang Raja dengan senang hati menghunus pedangnya dan membuat akhir hidup sang naga. Nah, sekarang ada berita besar sukacita di pengadilan ketika binatang itu dibunuh, dan Raja berkata, “tidak ada gunanya saya membuat kesatria baru lagi, karena Anda adalah salah satu ksatria lain dari pada yang lain, jadi saya akan membuat Anda penguasa yang hebat.”
“Oh Tuhan!” Kata sang penenun, bagaikan disambar petir di siang hari bolong oleh keberuntungan sendiri.
“Dan sepertinya Anda adalah orang pertama yang pernah saya dengar dari cerita-cerita lain dari orang yang naik naga, Anda akan disebut Lord Mount-Dragon. Dan saya akan memberikan putriku juga untuk engkau jadikan istrimu.”
Dan sampai hari ini, di kota Duleek, sang penenun dan perbuatan mulianya selalu dirayakan orang-orang dengan pujian-pujian yang sama di St. George.