Kisah Si Lebai Yang Malang (Sumatera Barat)
Lebai adalah seorang guru yang lugu dan baik hatinya. Namun sayang, dia suka bimbang. Dia selalu bimbang apakah harus begini atau begitu. Dia bahkan tak bisa memutuskan apa yang akan dimakannya hari ini. Akibat kebimbangannya, Si Lebai sering kali gagal mencapai tujuannya. Namun, Lebai tak berubah. Dia tetap saja menjadi orang yang suka bimbang.
Suatu hari, Lebai mendapat dua undangan pesta pernikahan, yang satu dari kerabat jauhnya di hulu sungai, dan yang satunya lagi dari muridnya di hilir sungai, keduanya diadakan pada hari dan jam yang sama. Si Lebai pun jadi bimbang, pesta pernikahan siapa yang harus dia datangi.
Sampai tiba harinya, Lebai masih tak bisa memutuskan. Setelah berpikir terus-menerus, akhirnya dia memutuskan untuk mendatangi kedua pesta tersebut. Dia tak mau rugi, karena tuan rumah pertama menjanjikan kepala sapi untuknya, dan tuan rumah kedua menjanjikan dua kepala kambing.
Si Lebai bersiap mendayung perahunya. “Aku ke hilir dulu atau ke hulu dulu, ya?” Dia mulai bimbang. Akhirnya, dia memutuskan untuk ke hilir.
“Kerabatku di hulu itu masakannya kurang enak. Sebaiknya aku ke hilir dulu karena ibu muridku kan pandai memasak.” Si Lebai mulai mendayung perahunya ke arah hilir.
Di tengah perjalanan, Lebai bertemu dengan teman-temannya. Mereka baru saja pulang dari hilir. Mereka mengabarkan bahwa tamu di hilir amat banyak sehingga mereka harus berdesak-desakan saat mengambil makanan.
Sepeninggal teman-temannya, Lebai mulai bimbang. Jika ke hilir, bisa jadi makanannya sudah habis. Padahal, perutnya sudah mulai keroncongan.
“Ya sudah, aku ke hulu saja” Dia lalu memutar arah perahunya. Namun, si Lebai tetaplah bimbang. Selalu ada yang membuatnya ragu untuk meneruskan perjalanannya.
Akhirnya, seharian itu dia menghabiskan waktu hanya untuk mondar-mandir di sungai saja. Dia tak juga bisa memutuskan hendak ke hulu atau ke hilir.
Dengan sisa tenaganya, Lebai memutuskan untuk pergi ke hilir. Namun, ternyata pesta telah usai. Semua makanan sudah habis. Lemaslah tubuh si Lebai. Saat berpamitan, dia mengingatkan janji muridnya untuk memberi kepala sapi kepadanya.
“Maafkan aku, Guru. Aku kira Guru tak akan datang, jadi kepala sapinya sudab kuberikan kepada orang lain,” kata muridnya. Dengan gontai, Lebai pun meninggalkan hilir.
Sekarang Lebai mendayung ke hulu. Namun, sama dengan pesta di hilir, semua makanan juga telab habis. Pesta telah usai dan semua tamu undangan sudah pulang.
Kerabatnya menyambut Lebai dan meminta maaf, “Maafkan kami, Lebai. Kukira kau tak datang. Kami sudah memberikan kepala kambingnya pada orang lain.”
Sekarang, si Lebai benar-benar lemas. Begitulah si Lebai. Akibat sikapnya yang mudah bimbang, dia tak mendapatkan apa-apa.