Kisah Si Raja Parkit (Aceh)

Di sebuah hutan yang rimbun, ada sekelompok burung parkit yang dipimpin oleh seorang raja. Kehidupan mereka amatlah tenang. Mereka bisa terbang bebas dan mencari buah-buahan yang banyak tersedia di dalam hutan.

Namun, ketenangan mereka akhirnya terganggu. Ada seorang pemburu yang masuk ke hutan. Dia memasang perangkap besar untuk menangkap burung-burung parkit itu. Di dalam perangkap itu terdapat aneka buah-buahan yang menggugah selera.

Malang bagi para parkit, mereka terjebak di dalam perangkap. Mereka mulai gelisah dan ketakutan. Namun, Raja Parkit menenangkan mereka.

“Sebenarnya, pemburu ini bisa saja menangkap kita dengan cara melukai kita. Namun, dia tak melakukannya. Dia pasti ingin menangkap kita dalam keadaan hidup,” kata Raja Parkit mencoba berpikir.

“Ah, aku punya akal. Ayo kita semua berpura-pura mati. Dia pasti akan kecewa dan melepaskan kita,” usulnya kemudian.

Burung-burung parkit pun setuju. Mereka lalu berpura-pura mati sampai pemburu itu datang. Alangkah kecewanya pemburu itu melihat burung tangkapannya mati semua. Pemburu itu lalu membuka perangkapnya. Dia hendak memastikan apakah benar burung-burung itu mati. Namun, begitu perangkap terbuka, burung-burung itu segera terbang melarikan diri. Malang bagi Raja Parkit, dia tertinggal di dalam perangkap.

“Rupanya kalian membohongiku!” seru Pemburu marah.

Raja Parkit lalu memohon agar Pemburu tak mencelakai teman-temannya. Dia bersedia dipelihara oleh si Pemburu dan bernyanyi setiap hari. Si pemburu pun setuju. Dia membawa pulang Raja Parkit dan mengikat kakinya dengan tali yang cukup panjang pada sebilah kayu. Raja Parkit masih bisa bebas beterbangan, tetapi tak bisa melarikan diri.

Tiap hari, Raja Parkit menghibur si pemburu dengan bernyanyi. Suara Raja Parkit yang merdu pun terdengar ke telinga Raja. Raja lalu meminta si pemburu untuk menyerahkan Raja Parkit. Sebagai imbalan, Raja memberikan sekantong uang emas.

Sekarang, Raja Parkit tinggal di istana. Dia diletakkan di sebuah sangkar emas yang indah. Namun, Raja Parkit tak bahagia. Sangkar itu begitu sempit, dan dia juga merindukan teman-temannya. Akhirnya, Raja Parkit jatuh sakit. Suara merdunya tak lagi terdengar. Raja amat kecewa.

“Dia sudah tua, sudah tak berguna lagi,” gerutu Raja, lalu dia membebaskan Raja Parkit.

Raja Parkit terbang ke pucuk pohon yang paling tinggi. Dia lalu bernyanyi dengan keras. Teman-temannya mendengar dan segera menjemputnya.

Sekarang Raja Parkit sudah sembuh. Hidup bebas dan berkumpul bersama teman adalah hal yang paling membahagiakan baginya.